Minggu, 26 Februari 2012

Serupa tapi Tak Sama


Memperingati Wafatnya Romo Semono , tanggal : 03 Maret 2012.

“ Serupa Tapi Tak Sama “

Rahayu ,…

Saya amati Asmo satriyo / wanito sejati , pada jamanya berbeda-beda :
Jaman Asmo nama pewayangan : kadhang harus hafal kunci , tidak boleh ditulis dan dicatat. Ada laku puasa, hari kelahiran raga, hari kelahiran satriya, dll.

Asmo Joko / Endang : kunci dihafalkan boleh ditulis , laku masih sama , ada Sesaji.

Asmo aran : Sesaji sudah kapundut Rama ( sudah diambil Romo ) Putro sudah  tidak diharuskan sejaji.

Asmo Kontho Rupa/Kontho warno, Kanthi rupi/Kanthi warni : Asmo sudah ditetapkan    ( disabda ), diperoleh  tidak lagi sungkem minta Asmo kepada Romo. Romo sudah tidak memberikan Asmo lagi kepada putro ( mohon koreksi kalau ada kadhang yang lebih mengetahuinya )

Serupa nya > adalah meskipun Asmo itu dilahirkan lebih dahulu , dibandingkan Asmo yang sekarang yang sudah disabdakan . Itu sama ,  tidak ada bedanya , mempunyai keajaiban yang sama ( pada-pada mahanani )

Tak sama nya > adalah kalau Asmo sudah digabungkan dengan nama raga pribadi-pribadi putro .
“Asmo kadhang sama “ : Kontho rupa ( = )  digabung dengan Nama A , ( ≠ ) Tentu berbeda kalau digabungkan Nama B.

Ibaratnya :  Asmo Sejati itu ada ditelapak tangan kanan , sedang Nama Raga ditelapak tangan kiri . Keduanya menyatu dengan sikap manembah .
Lalu membaca KUNCI  ( Atur kd.Karyono Sby. Peresmian Sasono Maneges Jombang ) disinilah “arti pentingnya “Asmo Sejati  harus  dihayati “ agar nanti  bisa komunikasi dengan “Urip”(Gusti Ingkang Moho Suci )

Asmo Sejati  , mempunyai peranan yang sangat menentukan terjadinya proses Panca Gaib . Yaitu  yang diberikan ( Paringan ) Romo Heru Cokro Semono .
Karena Panca Gaib hanya bisa dihayati dengan Asmo Satriyo/Wanito Sejati.

Rahayu, kadhangku ….. “ Selamat memperingati Wafatnya  Romo Semono “

Sumber Atur sesepuh : “Putra Rama” iku pada , ora ana tuwa , ora ana enom , ora ana mbarep , ora ana ragil , sing mbedakake mung umure ( Putro Romo itu sama tidak ada bedanya  , tidak ada yang Tua , tidak ada yang Muda, tidak ada Putro Pertama , tidak ada Putro terakhir ) .yang membedakan adalah hanya umur ( Yang dimaksud “Putro Romo” disini adalah Asmo Satriyo/Wanito Sejati ) raganya .

Rabu, 15 Februari 2012

Bu Tein

Rahayu ,..

Suatu saat kadhang ingin mengunjungi kadhang dekatnya namanya Bu Tein , maklum sarana komunikasi tidak punya. Sebelum berangkat Mijil minta pentunjuk . " Bu Tein ada dirumah atau tidak."
Dapat petunjuk  “tidak ada dirumah “. Kurang percaya dirinya "betul atau tidak petunjuk yang diterma."
Berangkatlah menuju kerumah Bu Tein , berjalan dengan bersepeda . Belum begitu jauh dari rumah  ster spedanya disrempet bus, rahayu speda masih bisa dikendalikan tidak sampai jatuh.
Jadi kerumah atau tidaknya dalam hati.?
“ Yah ! saya harus kerumah Bu Tein. Tidak selang jauh hanya ratusan meter , disrempet lagi dengan speda pedagang rengkek. Ster tidak bisa dikendalikan akhirnya jatuh terjerembah,. Masih rahayu selamat tidak apa-apa.
Oleh karena tinggal seratus meter lagi telah sampai di rumah Bu Tein berangkatlah lagi menuju kerumah .
Dan ternyata setelah sampai de depan Rumah Bu Tein “Rumah tertutup rapat dia pergi”.
Itu semua diceritakan kepada kadhang Muda :
Jawabnya kadhang Muda :  Rasain Kung sudah diberi tahu kok ndak percaya
                                        Diberi peringatan sampai terjerembab dalam lumpur masih kurang percaya !
Jawabnya Ka Kung         :   Hanya tertawa :  ha..ha haa-…….. Saya ingin Buktein…

Rahayu,….

Apakah kadhang pernah mengalaminya ?
Bagaimana menentukan “ kebenaran dawuh yang diterima “?
Apakah dawuh / petunjuk yang diterima itu harus dibuktikan ?
Apakah pearingatan / peristiwa  itu tersebut diatas yang kikatakan khadang Kitab suci Alam semesta yang dipakai menjawab Romo atas pertanyaan hakim ?
Apakah umumnya demikian komonikasi kadhang Muda dengan Kadhang Sepuh di Era sekarang ?

Oke ! Bagaimana pendapat kadhang2 senua .
Admin ! berikan hadiah kepada komentator yang terbaik .Oye !



Selasa, 14 Februari 2012

Buku Saku



Buku Saku : Pambuka Rasa .

Melanjutkan postingan terdahulu. Bahwasanya "Pambuka Rasa" Tidak sama dengan “Panggugah Kahanane Manungso”
Saya katakan buku saku  karena bukunya dapat dimasukan di dalam saku .
Buku tersebut dicetak pertama : di Surabaya komplek KKO Gubeng Surabaya  , nama percetakan nya punya kadhang sendiri : Nama “Percetakan Moro Seneng” disekitar tahun 1960 ( mohon koreksi kadhang yang mengetahuinya .)
Konon katanya Kadhang Sepuh : Pada sa at itulah dikeparengake ( diperbolehkan ) oleh Romo Panca Gaib             ( Kunci , Paweling , Asma , Mijil , Singkir ) " ditulis ". yang sebelumya tidak boleh ditulis . 
Dengan diperbolehkan ditulisnya Panca Gaib / cq dawuh-dawuh Romo menurut saya akan memperkaya budaya spiritual bangsa khususnya untuk para putra . Kita dapat mewariskan dawuh-dawuh pangandikan Romo kepada generasi muda sekarang ataupun yang akan datang. 
Saya setuju Dawuh Pangandikan Romo jangan dibuat patokan , dawuh setiap saat ada , tidak ada hentinya, setiap detik berbeda , apa lagi kalau dibuat buku apa bisa ditulis semuanya . Belum lagi dihadapkan  kemungkinan ada kepentingan si pembuat buku atau salah tulis dsb.
Jadi saya setuju khadang Purwokerto  yang membuat postingnya dalam FB “ Penilaian yang Prematur “ yang dikatakan seorang Guru.
Mengapa Penanggalan Masehi dipakai oleh Bangsa-bangsa di dunia ? salah satu diantaranya karena bangsa tersebut rajin dalam pencatatan . Mengapa budaya kita sebetulnya paling  maju dari budaya Negara-negara didunia malah kita diunggulinya .
Salah satu sebab : Bangsa kita kurang rajin mencatat tidak mau menggali / mencari.
Ada catatan prasasti sejarah  ditulis dengan huruf jawa kuno , generasi muda kita kurang minat/ mencintai budaya leluhur termasuk budaya spriritualnya .

Kata anak kita :
Benar Ka kung : Bangsa Indonesia lebih maju , ceritanya  dulu “Nenek" ,  ditembak tidak mempan walaupun:tidak pakai “pakaian anti peluru “
Jawab kaKung : Benar anakku mereka  punya ajian ‘ Lembu Sekilan “ .ha ha haaa….

Rahayu,…

Jumat, 10 Februari 2012

Laku Tumindake Putra


LAKU LAN TUMINDAKE  PUTRA

Laku  putra     :  (Lakune njero )
1.      Aja ngaku ( kemingsun ) njalari, mratandani garah.
2.      Aja ngurmangsani, jalaran yen ngrumangsani , tegese ( darbe rumangsa samubarang widakdo ing patrap ) malah wigar samubarang gati.
3.      Aja mungkiri , tegese selak .                            Kudu jujur sing temen-temenan, ana ucap ana uni.

Tumindake putra :  ( Lakune njaba ):
1.      Aja gumunan, tegese gampang kepilut dening pepinginan , Darbe kapribaden dhewe.
2.      Aja wegah netepi ( nuhani ) darma minangka jejibahan.
3.      Aja wedi , ya kuwi tekaning pasti.
4.      Aja mutung lamun ngalami  ka-gagalan.

Kudu bisa ngrasuk busana loro :
  1. Kasarjanan : Mula-mularing-nalar anane :
    1. Sepisan            : Sir
    2. Lampahing        : Cipta
    3. Lungiding          : Budi
Telu-telune mau gembleng dadi siji, ya ing kono lungguhe bisa tumindak apa bae kang wis dadi kewajibane ( dharmane dhewe-dhewe )
  1. Kasujanan : tegese minangka kanggo panglimbang.              Amarga bener luput , ala , becik , kuwi wis sinandang , tegese ya darbeke dhewe lan kabeh kuwi ana.                                              Mula murih runtute laku lan tumindak bisa diwawas ( ditimbang-timbang ) kanthi temenan. Jalaran ala, becik, bener, luput kuwi gawan. Kang ora bisa diselaki, ora bisa disingkiri , ora bisa dipunkiri maneh.                                                                               Ing kono mau raga kang wenang mileh. Yen tumindake bener sing bakal nampa kuwi yektine sapa ,  nanging kasak-baline yen tumindake luput sing bakal  nampa ya sapa
 Kakutip : Buku Saku :  Pambuka Rasa

Ngapu Rasa

 Bagi putro romo itu tidak ada pengampunan . Hukum nya :  Sebab dan Akibat. Tidak ada sepura dari Gusti IMS. Kalau berbuat benar dan baik ak...