Rahayu,.
Tembang :
“ Dedalané wông akrami , dudu bôndô ,
dudu rupô , amung ati pahitané.
Luput pisan kenô pisan , yèn angèl
angèl kelangkung ,….Tan kenô tinumbas
arthô .
Tembang tersebut dapat
diibaratkan sama dengan seseorang manusia yang ingin laku Panca Gaib.
Sebenarnya syaratnya mudah
dan gampang , tetapi tidak semudah dijalani , ditrapkan dan diucapkan .
Semuanya ditentukan
oleh uripnya manusia itu sendiri .
Walaupun sebenarnya
kadhang Putro Romo telah menunjukan
sesuai dengan wulang wuruk nya Romo Herucokro , tidak serta merta dapat
diterima .
Putro tidak bisa
memaksakan kehendaknya urip manusia sendiri-sendiri.
Sehingga lakunya putro
bisa dikatagorikan Putro Sejati , Putro
akôn-akôn , Putro titipan , Putro Satriyo, Satriyo buthô,….. dan sebagainya .
Putro Romo sebenarnya
beda dengan laku Putro .
Putro Romo kreterianya
hanyalah Satriyo/Wanito Sejati yang dilahirkan dengan Sabdo Asmo .
Sedang pertanda dan
ciri-cirinya sesuai dengan kekudhangan Romo :
“ Hèh Putraningsung sami , Satriyô lan Wanitô
Sejati mrénéyô sun jarwani mangertiyô………….
wulang rèh sejati uninirô , pratôndô jenengsirô putraningsun “
Kita tidak bisa serta
merta menyalahkan kadhang yang , memberi asmo dengan undian , ataupun dengan
imbalan sejumlah uang , diberi asmo sendiri dari perolehan dawuhnya , diberi
Asmo masih disimpan yang sudah tidak mahanani dan sebagainya .
Kewajiban Kadhang
Putro kalau mengetahui wajib untuk mengingatkan .
Kalau tidak mau
ditinggalkan .
Itulah proses laku
manusia yang mereka peroleh untuk
menemukan ke Tuhan an seperti tembang “ Dedalané wông akrami,……. dalam laku
Panca Gaib “
Putro Romo , Abdi
kekadhangan yang diwadahi Penghayat
Kapribaden berkewajiban memberikan petunjuk yang sesuai dengan wulang wuruk
Romo Herucokro , agar murni dan lestari , tetapi hasil semua dan sepenuhnya
diserahkan kepada Gusti IMS .
Rahayu,.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar